4 Nov 2010

ocehracau

Fragmen 1
Hari ini aku melihat orang-orang berlarian mencari tempat berteduh menghindar dari hujan, tapi aku malah lari mencari tempat yang basah terkena hujan/Ingin sekali aku mencopot otak tukang somay yang melintas di hadapanku lantaran bunyi kelakson pemilik mobil avanza bising menekuk telinga/Bulan malam nanti pasti bisu karena akan ada tai kucing yang dihinggapi lalat sore ini/Kemuraman jiwa yang aku miliki saat ini ingin sekali aku gadaikan dengan seorang pelacur yang mangkal di pinggir mushola dekat warung ubi cilembu kampung jampang kali suren yang senantiasa menyambut orangorang PLN dengan bedog dan linggis/Malam suasana dingin mencaci selimut aku terkapar di rodaroda emanasi/seperempat malam dan hujan entah kapan hendak meninggalkan petualangan hari-hari suci/Aku ingin sekali naik helikopter bisikku pada ember kosong yang ada di kepalaku, namun ibu hanya menjawab keinginanku dengan mengeja butiran pancasila di buku usang milikku sepuluh tahun yang lalu/Upil kuda yang kemarin temanku masak menjadi capcay ternyata cukup membuat lidahku mengingat akan kekejaman yang dilakukan penghianat-penghianat jahanam di emperan kampus universitas nasional/
Lidah-lidah mereka bagai lidah anjing yang tidak bisa membaca huruf hijaiyah/Begitulah mereka memperlakukan orang-orang kesayangan tuhan dengan ketololan, bagaimana tidak? Sehabis asyik bercumbu dengan pasangan mereka masing-masing mereka tak pernah mandi junub sebagaimana yang kami lakukan sehabis mimpi metumani atawa onani tanpa sabun karena harganya mahal semahal mimpi-mimpi yang tak pernah dikabulkan tuhan, entah mengapa dia begitu egois atau bahkan dia tersinggung karena setiap pembukaan pagi kami tak pernah hadir upacara seperti yang dilakukan oleh orangorang samping warung kerudung yang tetap buka warungnya walau kerusuhan bulan mei masih hangat dan baru saja dimulai/Kaleng susu bayi yang kami yakini sebagai sumber rejeki kini usang dilabrak even-even siang hari, karena malam tak lagi menjanjikan uang atau barangkali hanya sekadar makan pecellele di warung cakagung depan gang masuk tempat anak-anak asuhan karlmax dan che Guevara berkumpul dan pergi demonstrasi/Andai saja ada flashdisk yang mampu menampung gerobak dalam fikiranku, jelas saja aku akan tanggalkan kemaluan dan kepalaku untuk sejenak karena dua hal itulah yang membuatku ingin bunuh diri..

Fragmen 2
Terompet kanakkanak jelajahi pasarmalam/keteduhan mempertimbangkan kemuraman bintang, awan-awan membentuk angkaangka jatah preman pasar pagi yang merauk rakus kemeja usang di samping keranda hari seperti binatang galak, lapar memang, namun semut yang sempat mengeja rincis hujan melakukan transaksi keuangan di mejameja kantor televisi dan radioradio lokal/ di pinggang titik kulminasi comberan katakata dari duaperempat irama subuh memeluk peluh para saudagar arab yang pergi sembahyang/calon istri banyak pintanya bisikku pada ronaldinho, henry, messi dan eto’o di layar besar rebut kemenangan kita, bisik nyamuk kali yang berak di lengan bagian kiri temanku yang kini tak memiliki pagi/bilakah memang antara ajal dan pengharapan tak bisa lagi kita bedakan dengan hukum dan kesamarataan, maka aku yang akan berkata pada mimpi inilah kami dengan keterbatasan mental dan keinginan karena selalu saja kami menginginkan sesuatu yang mudah, semudah berkata. berkata dengan semaunya.

Fragmen 3
Kini aku yang usang melangkahkan ketiadaan dengan keadaan//orangorang datang dan menjilati kaki para pesohor seperti meniup balon yang retak lantaran dimakan usia//orangorang datang ke kantor dengan getaran mekanik di tubuh, hati, dan pikiran mereka// matanya seperti sorotan lampu sepuluh watt yang hampir redup lantaran terus diandalkan pada malam bahkan siang hari yang semakin lama semakin mirip dengan neraka jahanam yang penuh dengan setrikaan besar, tombak panas, dan pecut api sehingga sorotnya berkurang lantaran anak tetangga kasur terus merengek membangunkan malam dengan teriakan dan kencing bau lagi panas merobek dinding kesabaran seorang ayah//jantungnya seperti mesin yang terus dihantam oli bekas pemberian paksa oleh pasar anjinganjing kapitalis yang terus saja merobek kantong celanarakyat yang sudah kedodoran sejak zaman belanda, jepang sampai zaman anak cucu qarun dan cicitnya yang masih hidup, berniaga, berpolitik, dan masihbisa makan enak sampai hari ini padahal tanpa mereka sadari bahwa kotoran manusia telah menutupi wajah mereka yang selalu kehausan akan uang, uang, dan uang, sementara kakinya terus menginjakinjak harapan para pendahulu, tangannya terus memukul dan memalu pantatrakyat yang sudah lama luka sehingga tidak terasa sakit lagi//kakinya seperti rodaroda pembangunan yang terus saja menyeret sejarah kelam yang mustahil dan takkan bisa dihapuskan oleh siapapun kecuali cucukiayi yang punya penampilan demikian adanya namun otaknya sangat cerdas yang sangat disayangkan kini ia lebih memilih nete dalam rangkulan Tuhan sebab sudah terlalu lama ia jengah dengan negara kotor yang bau dan penuh tikus ini// tubuh manusia kini seperti dicambuki zaman, digunduli kenyataan//kemana hendak kemeja yang sempat menjadi andalan ketika sholat itu akan kuseka sedangkan awanpanas dan arwah marijan terus menghantui kita yang bengong di depan televisi, koran dan internet, kini kita mungkin baru sadar, gununggunung akan muntah, lautan akan meradang, bumi retak, membentuk guratan akar, muncrat gas panas, pohonpohon tumbang, sementara kemaksiatan terus berjalan, roda perekonomian terus berputar, tak peduli siapaengkau marijan, tak peduli siapa engkau yangkesakitan, disaat kita asyik makan, mereka lapar, saat kita asyik minum, mereka haus, saat kita asyik bicara, mereka merenung, saat kita asyik tertawa, mereka menangis, bersyukurlah, karena itu cara terkecil yang bisa kita lakukan untuk membuat-Nya tak bertambah murka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar