12 Nov 2013

Pispot

Simpel, praktis, cukup sambil berdiri, tinggal pencet tombol, selesai. Ya, itulah Pispot.  Kalau kita berkunjung ke mal atau kantor-kantor perusahaan, Pispot selalu ada di toilet laki-laki, dan tidak ada di toilet perempuan. Jadi, pispot jelas untuk lelaki, bukan untuk waria, apalagi wanita.

Di kantor, tiap kali saya masuk toilet dan bertemu dengan pispot, saya selalu bertanya kiranya siapa yang mendapatkan ide brilian membuat sebuah pispot ini? bagi saya ini menakjubkan. Pispot bukan sekadar alat untuk menyalurkan 'hasrat' buang air kecil tetapi juga sebuah simbol maskulinitas. Pispot adalah simbol kepraktisan, simpel, gampang, santai, itu senada dengan jiwa seorang laki-laki. Lalu bagaimana dengan perempuan? Apa tempat kencing mereka juga di pispot? memangnya perempuan bisa kencing di pispot? logika ini lalu menggiring ingatan saya ke beberapa tahun lalu ketika masih nyantri di Buntet Cirebon, waktu itu zaman pemilu tahun 2004, saya pernah mendengar juru kampanye partai teriak-teriak "perempuan gak boleh jadi pemimpin! karena perempuan gak bisa kencing di botol..!" sampai detik ini masih sangat saya ingat kata-kata itu. Walau bernada seksisme, namun jujur, ada benarnya juga sih. 

Selain memang tidak bisa kencing di botol, perempuan memang tidak diciptakan untuk menjadi pemimpin, karena kata Tuhan laki-laki adalah pemimpin (pelindung) bagi perempuan (lihat: surah Annisa ayat 34). Dalam shalat, Perempuan hanya boleh mengimami perempuan lainnya, jika ada laki-laki walaupun ia anaknya si perempuan tetap saja si anak laki-laki itu yang berhak menjadi imam, bahkan jika ada huntsa (waria), maka yang berhak menjadi imam dalam shalat adalah si huntsa, bukan si perempuan. Doktrin agama dan logika-logika normatif yang berlaku itu lalu semakin mengukuhkan teori bahwa seorang perempuan memang bukan dilahirkan untuk menjadi imam atau pemimpin bahkan pelindung.

Tapi kini zaman sudah lanjur berganti, doktrin dan logika itu 'disangka' mulai mengikis. Perempan-perempuan sekarang banyak yang teriak soal Feminisme, persamaan haklah, persamaan genderlah. Feminisme lalu menggaung! Yang anti poligamilah, anti jilbablah, minta hak suaralah, hak politiklah. Terus terang saya kurang paham.

Perlahan namun pasti gempuran feminisme ini ternyata masif dan berefek menguntungkan, kran kesempatan mencicipi manis politik mengucur deras. Perempuan-perempuan berbondong-bondong lenggak-lenggok di panggung tarik menarik massa, sejak saat itu maka resmilah kaum hawa menjadi keluarga baru dalam politik.

Feminisme, istilah itu sungguh sampai saat ini saya tidak pernah tahu dan tidak ingin mencari tahu apa artinya. Satu-satunya kata feminisme yang saya setujui adalah yang pernah dicomot oleh Christina S. Handayani dan Ardhian Novianto di dalam buku Kuasa wanita Jawa (Lkis), kalau disimpulkan kira-kira buku ini berkata bahwa perempuan tidak perlu teriak-teriak bahwa dirinya kuat. Perempuan di gunung-gunung, di desa-desa yang setiap harinya harus memikul kiloan kayu bakar di pundaknya tak pernah teriak-teriak soal persamaan hak, persamaan gender, hak politik, hak memimpin, tapi sejatinya, perempuan-perempuan itu adalah makhluk yang kuat tanpa harus berkoar-koar kuat.

Sekarang lihat sendiri, bagaimana tingkah laku sang pemimpin Banten, Ratu Atut yang baru ketahuan bermain tangan di ratusan proyek pemerintahan, hidupnya berlimpahan harta, selalu belanja barang-barang mahal, seluruh sanak saudaranya bercokol di puluhan instansi pemerintahan, sebuah praktik nepotisme yang menjijikan. Kalau sudah begini siapa yang mau disalahkan? Tidak mungkin kita menyalahkan pispot.

Pispot. Mungkin hanya sebuah tabung bercoak yang bisu. Tapi tidak ada salahnya kok jika para perempuan berguru padanya. Mungkin pispot dapat memberitahukan bahwa perempuan tidaklah diplot Tuhan untuk menjadi seorang pemimpin dengan alasan karena mereka lebih banyak mudaratnya, mereka harus mengalami menstruasi setiap bulan, hamil, melahirkan, menyusui, dan lainnya sebagainya.

Mungkin pispot dapat mengajarkan kita bahwa perempuan tidaklah diplot Tuhan untuk menjadi seorang pemimpin karena mereka akan lebih sibuk menghabiskan 5jt buat krimbat rambut di salon Peter Saerang, beli dompet Louis Vuitton seharga 78 juta, beli parfum Bulgari seharga 40jt, belanja jam tangan sincere watch seharga 295jt, beli cincin flower diamond boutique seharga 137jt, beli gelang le mercier seharga 90jt, beli baju di alta moda seharga 50jt, belanja sepatu salvatore ferragamo seharga 30jt, beli sepatu christian louboutin seharga 25jt,dan belanja tas hermes seharga 430jt. Belanja-belanjaan ini kelakuannya Ratu Atut, sang pemimpin Banten (lihat: Majalah Tempo edisi 4-10 Nov)

Perempuan mungkin lemah, karena itu ia tak segan meminta, tapi di balik kelemahannya itu tersimpan sebuah kekuatan,  sebab jarang sekali ada yang mampu menolak jika seorang wanita sudah meminta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar