2 Apr 2011

Finding Islam

                        Judul buku: Finding Islam; Dialog Tradisionalisme Liberalisme Islam
                        Penulis: Dr. Muhammad Sa’îd Ramadhan al-Bûţî & Dr.Ţayyib Ţîzînî.
                        Penerjemah: Ahmad Mulyadi &  Zuhairi Misrawi.
                        Editor: Sayed Mahdi.
                        Penerbit: Erlangga
                        Tahun terbit: 2002 
                        Tebal buku:   xiv + 161 Halaman


Muhammad Sa’îd Ramadhan al-Bûţî merupakan pemikir tradisionalisme Islam yang mendapatkan gelar doktoralnya dalam bidang Ushul as-Syari’ah al-Islamiyyah (Dasar-dasar Hukum Islam) di Fakultas Syari’ah Universitas al-Azhar, Mesir. Saat ini menjabat Ketua Jurusan ‘Aqidah dan Agama di Universitas Damaskus. Dia juga salah seorang anggota Lembaga Riset Kerajaan Bidang Peradaban Islam di Oman. Dia telah mempublikasikan hampir 40 buku dalam berbagai disiplin ilmu. Sedangkan Dr. Ţayyib Ţîzînî merupakan doktor dalam bidang filsafat, sekarang menjadi dosen di Universitas Damaskus sekaligus sebagai anggota Perhimpunan Penulis Arab. Beliau telah menghasilkan banyak karya tulis dalam berbagai disiplin pemikiran, di antara sebagian karya beliau adalah; Roger Garaudy Bad’a as-Samt, Al-Fikr al-‘Arabi fi Bawakirih wa afaqih al-Ula,  Fi as-Sajal al-Fikr ar-Rahin dan sebagainya.

Buku Finding Islam; Dialog Tradisionalisme-Liberalisme Islam ini merupakan buku “kolaborasi” di antara dua pemikir besar tersebut. Buku yang berjudul asli Al-Islam wa al-‘Asr; Tahaddiyat wa Afaq ini diterjemahkan  ke dalam bahasa Indonesia dan diterbitkan oleh Erlangga pada tahun 2002. Buku ini mampu memberikan sumbangan pengetahuan, pemahaman dan interpretasi kepada kita mengenai peran dan posisi Islam dalam menghadapi tantangan zaman sekarang ini.
Buku ini lahir dari kumpulan dialog terbuka antara dua pemikir besar Suriah tersebut. Dialog yang yang dikemas dalam bentuk diskusi televisi ini mendapat apresiasi dari banyak kalangan, baik akademisi, politisi, maupun aliran-aliran keagamaan, yang selanjutnya menghadirkan banyak rentetan seminar dan pertemuan yang menghasilkan banyak renungan dan pertanyaan. Di samping itu, buku ini juga memberikan pelajaran berharga kepada kita, baik sebagai praktisi maupun pemerhati  Islam, adalah pentingnya bersikap terbuka dan menghindari segala bentuk penghambatan pemikiran orang lain, karena tujuan dari semua ini adalah kemajuan dan kejayaan Islam kembali.
Dalam perkembangannya, tantangan eksternal terberat yang dihadapi Muslim dewasa ini adalah hegemoni konsep-konsep Barat dalam berbagai bidang ilmu termasuk dalam pemikiran keagamaan Islam. Kini tidak sedikit konsep, metode, dan pendekatan yang digunakan cendekiawan Muslim dalam studi Islam berasal dari atau dipengaruhi Barat. Lantas bagaimana Islam mampu bangkit dari keterpurukan Ideologi?
Berangkat dari keterpurukan Islam sekarang ini, pada dasarnya kedua pemikir dalam buku ini mempunyai tujuan pokok sama yang ingin dicapai yaitu merangsang pemikiran masyarakat Islam dalam pencarian posisi dan peran sentral Islam pada masa sekarang dan mencoba membangkitkan Islam dalam menatap masa depan yang lebih baik, sebagaimana kejayaan Islam pada masa lampau.
Melihat kehidupan kaum muslimin pada periode awal dalam membangun masyarakat Islam, berbagai macam tantangan dan rintangan datang dari berbagai sudut, baik internal maupun eksternal. Namun, semua itu mampu mereka hadapi, dan berhasil mengalahkan semua tantangan yang ada pada saat itu. Pertanyaan yang muncul selanjutnya adalah kenapa kaum muslimin sekarang ini senantiasa mengeluh, cemas, dan khawatir atas apa yang mereka anggap sebagai tantangan, padahal tantangan yang dihadapi oleh kaum muslim sekarang belumlah mencapai sepersepuluh dari tantangan yang dihadapi oleh kaum muslim periode awal?
Dalam menjawab pertanyaan di atas, Muhammad Sa’îd Ramadhan al-Bûţî mempunyai argumentasi bahwa yang mampu mengalahkan beragam tantangan yang hadir pada masa periode awal adalah akidah, pendidikan, dan ibadah Islam serta ketundukan penuh terhadap kekuasaan Allah, bukanlah pada sistem atau tatanan hukum Islam yang selama ini digunakan oleh para Islamis untuk menghadapi tantangan kontemporer. Jadi, kuncinya adalah Islam sebagai agama yang dianut secara taat dan suka rela karena sadar akan rububiyyah (ketuhanan) Allah. Dalam pandangan beliau, yang lebih menyakitkan lagi adalah bahwa sebenarnya kita memiliki prinsip-prinsip, nilai-nilai, serta struktur peradaban yang sempurna. Namun, dari semua itu kita tidak mampu membentuk satu aliran yang bisa melestarikan eksistensi peradaban kita.
Dalam menanggapi pemikiran Muhammad Sa’îd Ramadhan al-Bûţî di atas, Dr. Ţayyib Ţizini mempunyai catatan bahwasanya tantangan Islam seperti yang diungkapkan al-Buţî hanyalah ilusi ataupun fantasi belaka. Ini merupakan ketakutan (phobia) yang dialami oleh masyarakat Islam karena melihat hegemoni Barat yang begitu kuat. Sedangkan mengenai prinsip-prinsip, nilai-nilai, serta struktur peradaban yang sempurna, dalam pandangan Dr. Ţayyib Ţîzînî, permasalahannya bukanlah terletak pada semua itu, melainkan pada karakteristik internal maupun eksternal dari zaman kita sekarang ini, artinya pada cara pandang kita dalam menyikapi prinsip-prisip, nilai-nilai, dan struktur peradaban itu dalam perspektif kontemporer. Namun, ia sepakat dengan pandangan al-Bûţî, bahwasanya perasaan akan adanya arus tantangan yang datang dari luar bukan muncul dari kekuatan arus itu sendiri, melainkan dari ketidakberdayaan kita untuk menghadapinya. (hal. 12 dan 13)
Meskipun di antara kedua pemikir tersebut penuh dengan perbedaan, namun keduanya sangat menghormati kedalaman ilmu dan pemikiran masing-masing serta menghargai akan adanya sebuah perbedaan, sehingga Muhammad Sa’îd Ramadhan al-Bûţî berpesan kepada pembacanya, “Peluklah kini segala macam keyakinan dan aliran yang Engkau sukai. Namun dengan satu syarat, Engkau harus komitmen dengan pilihanmu sepanjang waktu hingga Engkau terbujur kaku di atas ranjang kematian saat ajal menghampirimu.” (hal. 156).

beli buku klik di sini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar