10 Mei 2011

Jangan Pernah Berhenti Berbuat Baik

“Jangan Pernah Berhenti Berbuat Baik”, begitulah pesan sederhana yang tertera di tas kertas jinjing bingkisan Hari Raya Natal pemberian dari kantor Saya. Sederhana, tapi memiliki makna yang sangat dalam. Entah mengapa kalimat itu begitu berkesan bagi Saya. Kalimat itu seakan-akan menyiratkan sesuatu yang luar biasa. Seakan ingin menyatakan kepada Saya bahwa "berbuat baik" akan selalu ada, akan selalu punya tempat dan waktu, "berbuat baik" laiknya air yang terus mengalir dan takkan putus-putus kecuali Saya sendiri yang memutuskannya.

Kalimat tersebut begitu dahyat bagi Saya, bahkan saking dahsyatnya, Saya anggap sebagai Maunah spesial dari Tuhan buat Saya. Mungkin dengan cara ini Tuhan ingin memberi tahu saya. Mungkin saja! karena Dia Maha Berkehendak, entah dengan atribut apa saja di dunia ini yang Dia kehendaki. 

Bicara tentang siapa pencipta kalimat tersebut dan ditunjukkan dengan maksud apa, tentu Saya paham betul. Kalimat tersebut memang tertera di sebuah tas kertas jinjing bingkisan Hari Raya Natal. Mungkin bagi yang "alergi" dengan kata "Natal" atau yang lainnya yang bukan berbau Islam, kalimat ini akan terbaca biasa saja atau bahkan tidak laik dibaca. Tapi bagi Saya, tidak  sama sekali. Namun, Saya tentu akan maklum adanya, karena kita semua memiliki pemikiran dan pemahaman yang beragam. Hanya saja bagi Saya, pandangan ini sangat bertolak belakang dengan pandangan Saya. Tapi, terus terang tulisan ini bukan bermaksud untuk menyalahi pemikiran saudara-saudara Saya yang lain. Sama sekali tidak!

Bagi saya, agama bukanlah alasan yang tepat bagi kita untuk saling merenggangkan perbedaan dan saling menjauh. Agama justru akan menjadi penuntun kita dalam memupuk rasa saling memahami dan menghargai perbedaan. Tidak lucu dan tidak sopan rasanya kalau kita menggunakan nama agama demi perpecahan dan kebencian. 

Pluralisme, itulah kata yang sekarang sedang didengung-dengungkan sekaligus dikecam oleh sebagian umat beragama. Sebagian berpendapat bahwa Pluralisme adalah istilah yang wajib ditegakkan demi berjalannya proses demokrasi dalam kehidupan beragama. Sebagian lagi menganggap bahwa istilah tersebut hanyalah mencoreng nama baik agama, di mana akidah merasa diacak-acak.

Namun bagi Saya, pendapat yang pertama lebih rasional. Tuhan menciptakan agama untuk membimbing kita dalam membina kebaikan-kebaikan, membimbing kita bagaimana kita memiliki pemahaman hidup yang benar berdasarkan rasa kasih sayang dan tenggang rasa. Itu saja cukup memberi alasan untuk Saya bahwa hidup beragama dengan akidah yang sebaik-baiknya bukan berarti tidak menghormati keyakinan yang dimiliki oleh orang lain. Agama justru mengajarkan kita bagaimana memahami perbedaan ini dengan saling menghormati. Lakum di nukum wa liya din (Bagimu agamamu, bagiku agamaku).

Saya Muslim, saya hidup dengan religiositas yang mapan, Saya memiliki nasab yang baik dalam hal agama, Kakek, Paman, dan Bapak Saya seorang ustadz (guru mengaji Agama). Saya juga manusia yang dilahirkan dengan bantuan "bidan" yang bernama "Pesantren". Namun, semua itu tidak lantas menjadikan Saya membenci agama yang lain (bukan hanya karena "membenci" tidak diajarkan, namun hati dan jiwa Saya juga tidak pernah berpikir ke sana).

Teman-teman Saya dari masa kuliah, teman-teman Saya di organisasi, di kantor, bahkan pemilik perusahaan di mana Saya bekerja dan tetangga Saya adalah nonmuslim. Dan kami sangat menjaga baik hubugan kami ini. Tidak ada yang membatasi hubungan kami kecuali waktu shalat Saya yang lima waktu dan sembahyang mereka setiap hati minggu, lebih dari itu tidak ada.

"Jangan Pernah Berhenti Berbuat Baik" sebuah hadiah Natal yang sangat berarti bagi Saya, setiap kali memandang tulisan itu, jiwa dan raga seakan tergerak untuk terus berbuat baik, karena "berbuat baik" tidak akan berhenti sampai kita yang memberhentikannya. Bagi siapa, kepada siapa, dan untuk siapa saja, tanpa dibatasi oleh dinding agama, ras, suku, golongan, "Berbuat kebaikan" tidak akan ada batasannya.

Nabi Muhammad SAW pernah berkata : “Lihatlah apa yang dikatakan, bukan lihat siapa yang mengatakan.” Saya rasa pesan ini sudah cukup jelas bahwa kita memiliki sesuatu yang dahsyat, di mana kedahsyatan itu harus dipupuk sampai akhir hayat hidup kita. Teruslah berbuat baik, karena hal itulah yang membawa kita kepada predikat Insan yang Kamil (sempurna) atau paling tidak, mendekati kesempurnaan.Amin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar