13 Des 2010

ILMU HADIS

Desain Cover By: Sony Sonatha
Judul: Ilmu Hadis
Penulis: Prof. Dr. Daniel Juned
Editor: Ali Nursidi, Sayed M, Hijrah S, Adhika.
Penerbit: Erlangga, 2010
Halaman : xiv+298

Hadis adalah “penyambung lidah” antara Nabi Muhammad SAW dan umatnya yang direntang sejarah panjang. Hadis dalam konteks ilmu sejarah merupakan teks atau manuskrip yang merekam segala perkataan dan perbuatan Nabi Muhammad SAW dan segala peristiwa yang alaminya. 

Tidak seperti teks sejarah lainnya yang hanya mengandung muatan cerita masa lampau, hadis merupakan sebuah sejarah Nabi Muhammad yang tidak hanya berisi cerita masa lampau, namun juga berisi teks risâlah ketuhanan yang meliputi prinsip hidup dan hukum dalam agama Islam. Karenanya, muatan hadis (matan) sangatlah terjaga, baik kevalidan dan keautentikannya.

Al-khatib merumuskan hadis sebagai semua yang diwariskan dari Nabi berupa perkataan, perbuatan, taqrîr (pengakuan), atau sifat; baik sifat fisikal, maupun moral, ataupun sirah, baik sebelum menjadi Nabi atau sesudahnya.

Menjaga keutentikan hadis atau meyakini suatu hadis itu autentik bukanlah perkara mudah, berabad jarak dan perubahan zaman mengharuskan sebuah hadis harus segera dibukukan, karena mengandalkan hafalan para sahabat tidaklah kekal. Penjagaan hadis dengan pembukuan ini diupayakan untuk mengenali mana hadis yang benar (shahîh/ hasan), dan mana hadis yang palsu (maudhu’). Metode penjagaan ini seiring zaman kemudian menjelma menjadi disiplin ilmu yaitu ilmu hadis.

Hadis sebagai disiplin ilmu, dapat dibedakan dalam dua aspek, yaitu narasi historis dan aspek teks. Yang pertama, dalam rangka ontologisnya (objek analisis) pengkaji berhadapan dengan fakta-fakta sejarah sebagai objek kajiannya yang dapat dibedakan, misalnya, dengan data-data kealaman atau metafisika. Sementara dalam dimensi epistemologisnya, pengkaji berhadapan dengan persoalan bagaimana data historis ini dianalisis sehingga menghasilkan sebuah bangunan pengetahuan sejarah yang memiliki tingkat kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah (shahîh).

Ilmu hadis disusun sebagai upaya pemahaman atas konteks tertentu, misalnya kapan Rasulullah menyampaikan berita atau bersikap, bertindak atau berperilaku, di mana, dalam kondisi bagaimana, kepada siapa beliau menyampaikan, dan sebagainya. 

Dalam penjagaan hadis dikenal dua metode, yaitu Dirâyah Hadîs dan Riwâyah Hadîs. Dirâyah Hadîs ialah sebuah metode penetapan ke-shahîh-an hadis melalui sanad. Sanad (ekstern) yakni sebuah mata rantai sejarah yang terdiri dari manusia-manusia (râwi) yang menghubungkan antara pencatat hadis dengan riwâyah (takhrjul hadîs), sedangkan Riwâyah Hadîs ialah metode dengan melihat teks (intern) dan konteks dari sebuah hadis, di dalam metode ini hadis dianalisis secara mendalam, baik dilihat dari logika isi ajarannya (teks/ matan) maupun tujuan ajarannya (konteks/ asbâb al-wurûd-nya).

Buku Ilmu Hadis Paradigma Baru dan Rekonstruksi Ilmu disusun sebagai upaya perumusan paradigma pemahaman hadis yang dikonstruksi dari dasar Al-Qur’an dan Hadis sendiri, serta perumusan analisis filosofis generasi awal yang terserak dalam berbagai macam kitab hadis, ulum Al-qur’an dan tafsir serta ushul Fiqh.

Dalam buku ini pemetaan beberapa perdebatan dalam memahami teks hadis pada zaman setelah Nabi Muhammad SAW dipaparkan dengan detail. Misalnya, ilmu hadis sebagai disiplin ilmu mungkin telah mampu merumuskan satu formula dalam menetapkan keautentikan hadis, namun hadirnya formula ini banyak menuai perdebatan dan perbedaan pendapat (khilâfiyah). Sejumlah kasus khilafiah dalam masyarakat Islam pada saat itu.

Di Indonesia khilâfiyah disebabkan oleh keminiman analisis filosofis terhadap ilmu hadis dan hadis itu sendiri dalam sebuah kerangka keilmuan yang jelas dan sistematis. Kenyataan lain, keminiman ilmu dan kekakuan tekstual dalam pemaknaan hadis membuat perbedaan pendapat ini semakin menganga.

Namun sangat disayangkan, pengaruh Ibnu Taimiyah yang banyak diikuti di Indonesia, hanya terbatas pada tataran semangat dan beberapa pikiran tentang bid’ah dan khurafât. Sementara kaedah-kaedah pemahaman hadis, misalnya, yang sangat diperlukan dalam pemahaman Al-Qur’an dan hadis, nyaris tidak tersentuh. Buktinya pola pikir Ibnu Taimiyah dengan pola pikir modernis indonesia sangat berbeda, bagai siang dan malam.


beli buku klik di sini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar