11 Des 2010

Memaknai Puasa

Ramadan telah tiba, semua umat beriman pasti gembira menyambut kedatangan tamu agung ini. Pada bulan yang penuh berkah ini, Allah memerintahkan seluruh hamba-Nya untuk melaksanakan ibadah puasa.
Dibandingkan dengan ibadah-ibadah lainnya dalam Islam, puasa memiliki keunikan tersendiri. Puasa adalah ibadah yang sifatnya sangat personal.  Puasa berbeda dengan ibadah-ibadah lain. Ibadah salat sangat mudah diketahui, karena bisa dilakukan secara berjamaah. Ibadah zakat pun demikian pula, karena sifatnya yang timbal balik; ada yang memberi dan ada yang menerima. Terlebih lagi Ibadah Haji, orang yang pergi berhaji biasanya akan dilepas oleh sanak keluarganya dan pulangnya pun disambut dengan penuh kegembiraan. Semua ibadah tersebut bersifat aktif. Sedangkan ibadah puasa bersifat pasif, dalam arti orang yang berpuasa hanya dituntut untuk tidak melakukan sesuatu yang dapat membatalkan puasanya, sehingga ibadah ini lebih bersifat personal.
Namun demikian, ibadah puasa tidak lebih ringan daripada ibadah-ibadah lainnya. Justru perintah untuk tidak melakukan sesuatu inilah yang sering dilanggar oleh manusia.
Rasulullah Saw menganjurkan kita untuk melaksanakan ibadah puasa dengan penuh keimanan dan perhitungan (introspeksi). Orang yang melakukan puasa dengan penuh keimanan dan pertimbangan serta perhitungan terhadap segala hal yang dapat merusak atau mengurangi nilai ibadahnya, maka ia akan mendapat ampuanan dari Allah atas dosa-dosanya yang telah lalu.
Keutamaan puasa terletak pada sejauh mana ia mampu menghadirkan Allah dalam hidup dan kesehariannya. Kemampuan menghadirkan Allah dalam keseharian merupakan proses panjang perjalanan manusia. Itu hanya bisa dilakukan ketika hati nuraninya benar-benar bersih. Hati nurani ibarat cermin, sedangkan dosa atau maksiat ibarat debu yang melekat pada cermin. Semakin banyak dosa dilakukan oleh seseorang, maka akan semakin kesat dan berdebulah hatinya sehingga ia membatu.
Mengapa hati manusia bisa keras membeku, sehingga akhirnya tumpul dan tak mampu menangkap cahaya kebenaran? Setidaknya ada tiga hal yang dapat membekukan hati manusia, yaitu banyak tertawa, banyak hura-hura, dan banyak makan. Dalam Islam memang tidak dilarang tertawa dan bercanda, karna Rasulullah Saw juga suka bercanda. Tetapi ketika tertawa sudah melampaui batas, maka hati manusia akan kering dan kesat sehingga sulit menerima pelajaran dan kebaikan.
Demikian juga dengan hura-hura dan menghabiskan waktu dengann percuma. Allah menyatakan orang yang tidak mampu menggunakan waktunya dengan baik adalah orang yang merugi dan celaka. Islam tidak mengenal hura-hura, karena hura-hura merupakan perbuatan setan.
Puasa pada dasarnya merupakan proses pencerhan hati. Ketika seseorang yang berpuasa berusaha menghindarkan dirinya dari hal-hal yang mengurangi nilai ibadah puasanya, maka ketika itu pula ia sedang melakukan proses penajaman mata hatinya.
Bila selama bulan Ramadan ia berhasil melakukan proses tersebut, maka ia pun akan memiliki kemampuan pengendalian diri yang kuat. Dengan demikian, ia akan melakukan suatu perintah atau meninggalkan larangan Allah bukan karena unsur-unsur eksternal yang memaksanya, tetapi lahir dari dalam dirinya sendiri.

1 komentar: