11 Des 2010

Dari Mana Makanan yang Kau Dapat?

Halal dan Thayyib adalah prinsip makanan dalam Islam. Makanan dalam Islam mendapatkan perhatian yang khusus dan penting sekali. Oleh karena itu, umat Islam harus senantiasa dapat memelihara dan menjaga makanannya agar tetap sesuai dengan norma-norma ajaran Islam.

Makanan dalam Islam adalah hal yang sangat prinsip. Yusuf Al-Qardhawi, ulama kontemporer dari Mesir, menyatakan dengan tegas bahwa masalah makanan bukanlah masalah furu’ (cabang agama), melainkan masalah ushl (pokok). Dalam surat ’Abasa, 80:24 Allah memerintahkan kepada manusia untuk memperhatikan makanannya.
Sementara itu, dalam 27 kali pembicaraan tentang perintah makan, Al-Qur’an menekankan dua sifat makanan yang dapat dikonsumsi, yaitu boleh (halal) dan baik (thayyib).

Kata ”halal” menurut bahasa berarti ”lepas” atau ”tidak terikat”. Sesuatu yang halal adalah yang terlepas dari bahaya duniawi dan ukhrawi. Halalnya suatu makanan terkait dengan hukum yang bersifat non-materi.

Sementara ”thayyib” dari segi bahasa (etimologis) berarti ”lezat”, ”baik”, ”paling utama” dan ”menentramkan”. Dalam konteks makanan, kata thayyib menurut sebagian pakar tafsir berarti makanan yang tidak kotor dari segi zatnya dan tidak rusak (kadaluarsa) atau dicampuri oleh benda-benda haram, sehingga thayyib berkaitan erat dengan hukum yang bersifat materi.  Sementara menurut Imam Malik, kata thayyib adalah makanan yang menurut syara’ atau secara zatnya suci dari hal-hal yang suybhat. H.M. Quraish Shihab, setelah menjelaskan bahwa makanan yang thayyib adalah makanan yang sehat, proporsional (tidak berlebihan), aman dimakan, dan tentu saja halal.

Karena itu, umat Islam harus senantiasa menjaga dan memperhatikan cara-cara mereka memperoleh makanan serta mewaspadai makanan yang akan dikonsumsinya.

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Al-Turmudzi, Nabi menegaskan bahwa antara yang halal dan yang haram itu sudah jelas. Di antara keduanya adalah hal yang syubhat, siapa yang meninggalkan dan menjauhinya karena hendak memelihara diri, kehormatan dan agamanya, maka ia akan selamat dari bahaya syubhat tersebut . Sebaliknya, siapa yang mengerjakannya, ia hampir terjatuh ke dalam hal-hal yang diharmakan Allah. Untuk itu adalah kewajiban bagi setipa muslim untuk memelihara dirinya dari makanan-makanan yang haram tersebut.

Karena itu, dalam kesempatan Ramadan ini, umat Islam kembali diingatkan untuk senantiasa memperhatikan makanan yang dikonsumsinya. Puasa melatih kita untuk selektif dalam mendapatkan dan mengkonsumsi makanannya. Pelatihan selama bulan puasa ini diharapkan mampu memberi modal baginya untuk tetap konsisten dalam memilih makanan dan mendapatkannya. Ia akan berusaha mematuhi rambu-rambu yang ditentukan Allah. Di sisi lain, puasa juga merupakan pendidikan bagi umat Islam untuk mengatur pola dan cara makannya. Puasa mengajarkan kita untuk tidak berlebih-lebihan dalam mengkonsumsi makanan.

Meskipun makanan tersebut halal dan thayyib, kita harus menjaga diri untuk tidak memperturutkan hawa nafsu dengan melahap semua jenis makanan ketika berbuka puasa. Umat Islam harus mampu menjadikan makanan sebagai sarana untuk meningkatkan ibadah kepada Allah. Kalau umat Islam telah berlebih-lebihan dalam hal makanan, maka yang timbul adalah rasa kantuk dan berat untuk bergerak. Akhirnya hal ini akan membawa kita berat dan malas untuk beribadah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar