13 Des 2010

Fragmen 3


Kini aku yang usang melangkahkan ketiadaan dengan keadaan//orangorang datang dan menjilati kaki para pesohor seperti meniup balon yang retak lantaran dimakan usia//orangorang datang ke kantor dengan getaran mekanik di tubuh, hati, dan pikiran mereka// matanya seperti sorotan lampu sepuluh watt yang hampir redup lantaran terus diandalkan pada malam bahkan siang hari yang semakin lama semakin mirip dengan neraka jahanam yang penuh dengan setrikaan besar, tombak panas, dan pecut api sehingga sorotnya berkurang lantaran anak tetangga kasur terus merengek membangunkan malam dengan teriakan dan kencing bau lagi panas merobek dinding kesabaran seorang ayah//
jantungnya seperti mesin yang terus dihantam oli bekas pemberian paksa oleh pasar anjinganjing kapitalis yang terus saja merobek kantong celanarakyat yang sudah kedodoran sejak zaman belanda, jepang sampai zaman anak cucu qarun dan cicitnya yang masih hidup, berniaga, berpolitik, dan masihbisa makan enak sampai hari ini padahal tanpa mereka sadari bahwa kotoran manusia telah menutupi wajah mereka yang selalu kehausan akan uang, uang, dan uang, sementara kakinya terus menginjakinjak harapan para pendahulu, tangannya terus memukul dan memalu pantatrakyat yang sudah lama luka sehingga tidak terasa sakit lagi//kakinya seperti rodaroda pembangunan yang terus saja menyeret sejarah kelam yang mustahil dan takkan bisa dihapuskan oleh siapapun kecuali cucukiayi yang punya penampilan demikian adanya namun otaknya sangat cerdas yang sangat disayangkan kini ia lebih memilih nete dalam rangkulan Tuhan sebab sudah terlalu lama ia jengah dengan negara kotor yang bau dan penuh tikus ini// tubuh manusia kini seperti dicambuki zaman, digunduli kenyataan//kemana hendak kemeja yang sempat menjadi andalan ketika sholat itu akan kuseka sedangkan awanpanas dan arwah marijan terus menghantui kita yang bengong di depan televisi, koran dan internet, kini kita mungkin baru sadar, gununggunung akan muntah, lautan akan meradang, bumi retak, membentuk guratan akar, muncrat gas panas, pohonpohon tumbang, sementara kemaksiatan terus berjalan, roda perekonomian terus berputar, tak peduli siapaengkau marijan, tak peduli siapa engkau yangkesakitan, disaat kita asyik makan, mereka lapar, saat kita asyik minum, mereka haus, saat kita asyik bicara, mereka merenung, saat kita asyik tertawa, mereka menangis, bersyukurlah, karena itu cara terkecil yang bisa kita lakukan untuk membuat-Nya tak bertambah murka.

Seperti dimuat di laritelanjang.net
Ilustrasi oleh: laritelanjang.net

Tidak ada komentar:

Posting Komentar