25 Nov 2014

Himpunan Fatwa Keuangan Syariah

Tidak ada komentar:
Judul Buku: Himpunan Fatwa Keuangan Syariah
Penulis: Dewan Syariah Nasional MUI
Editor: Hijrah, Andriansyah, Adhika
Tebal Hal: xxvi + 928
Tahun Terbit: Mei 2014
Cover: Yudi

Himpunan Fatwa Keuangan Syariah memuat fatwa-fatwa serta keputusan-keputusan tentang persoalan dunia keuangan dan ekonomi syariah yang sedang marak menjadi sorotan masyarakat. Himpunan fatwa ini dihasilkan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI untuk menjawab persoalan-persoalan mutakhir dalam dunia perbankan Indonesia sepeerti Giro, jual-beli Salâm, Ijarah, Musyarakah, Deposito, dan lain sebagainya.

Himpunan Fatwa Keuangan Syariah memiliki posisi strategis sebagai wadah musyawarah para ulama, para pemimpin masyarakat (zu’ama/umara), dan cendekiawan Muslim dalam mengkaji dan memutuskan persoalan keuangan dan ekonomi dalam Islam di mana praktik dasar (akad) jual-beli berkembang dengan beberapa varian seperti disebutkan di atas.

Himpunan Fatwa Keuangan Syariah layak dimiliki oleh setiap Muslim khususnya yang concern di bidang keuangan dan ekonomi syariah, para pengamat ekonomi, para pengambil keputusan, serta para ulama, agar tercapai suatu tatanan masyarakat yang semakin menghayati kehidupan beragama (mutadayyin) dan terbentuknya suatu peradaban kemasyarakatan yang luhur (mutamaddin), sesuai dengan cita-cita luhur Islam. Bagi kalangan umum yang lebih luas, himpunan fatwa ini dapat dijadikan objek kajian hukum dan perbandingan, demi melahirkan kebijakan publik yang berkeadilan, khususnya dalam bidang keuangan dan ekonomi syariah

Ya Rabb Aku Galau

Tidak ada komentar:
Judul Buku: Ya Rabb, Aku Galau
Penulis: Aida Ahmad & Ummi K Miqdar
Editor: Hijrah &Adhika
Tebal Hal: x+ 170
Tahun Terbit: April 2014
Cover: Yudi

Pernah galau? Sudah galau? atau sedang mengalaminya? Tidak ada pilihan umur untuk kata yang satu ini. Apalagi bagi remaja dengan kompleksitas hidup yang mewarnainya, kata “galau” seperti sahabat karib yang tak kunjung lekang atau dapat ditaruh sejenak saja.

Galau tak melulu membuat seseorang mengalami kelabilan dalam bersikap, meskipun momen-momen itu akan dirasakan di awal-awal periodenya. Namun, ternyata galau justru mampu menuai banyak prestasi yang tak terkira dan kekuatan yang tak terduga.

Buku ini menyajikan kisah-kisah kegalauan berdasarkan true story yang berujung pada semangat move on. Kisah-kisah dalam buku ini dikupas dengan nas-nas Al-Qur’an dan pendekatan psikologi parenting sehingga tercipta solusi yang dapat membantu para orang tua, pendidik, dan remaja khususnya dalam mengubah kegalauan menjadi kekuatan untuk move on.

Juz Amma: Cara Mudah Membaca & Memahami Al-Qur’an Juz ke-30

Tidak ada komentar:

Judul Buku: Juz Amma: Cara Mudah Membaca & Memahami Al-Qur’an Juz ke-30
Penulis: Drs. Nor Hadi
Editor: Hijrah &Adhika
Tebal Hal: xii + 388
Tahun Terbit: Januari 2014
Cover: Adlina

Al-Qur'an Al-Karim adalah kalam Allah SWT yang menjadi mukjizat Rasulullah SAW. Membaca dan memahaminyanya adalah perbuatan ibadah. Al-Qur’an adalah sumber hukum Islam yang pertama dan utama bagi seluruh umat manusia yang mengatur kehidupan bermasyarakat dan hubungan antarsesama makhluk. Bila Al-Qur’an dipahami dan diamalkan dengan baik dan benar, maka yang mengamalkannya akan dijamin oleh Allah SWT hidup bahagia di dunia dan akhirat.

Buku ini berisikan metode untuk mempermudah para pembaca untuk membaca sekaligus memahami Al-Qur’an (Juz ke 30), dimulai dari pengenalan huruf hijaiyah, cara membunyikan huruf (makharijul khuruf), memahami nama surah, jumlah ayat, periode diturunkannya surah, serta sebab-sebab turunnya ayat/surah (asbabun nuzul).

Dengan metode ini, diharapkan pembaca tidak hanya mampu membaca Al-Qur’an dengan mudah dan sesuai dengan kaidah yang diajarkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya, akan tetapi juga membimbing pembaca memahami dan mengamalkan isi Al-Qur’an dengan baik dan benar demi mendapatkan jaminan dari Allah SWT, yaitu hidup bahagia di dunia dan akhirat.


Islam Moderat

Tidak ada komentar:

Judul Buku: Islam Moderat  
Penulis: Abu Yasid
Editor: Hijrah &Adhika
Cover: Satrio Abe
Tebal Hal: x + 170
Tahun Terbit: Februari  2014


Islam dengan misi rahmatan lil’alamin yang diembannya sering kali dikontraskan antara idealisme ajarannya dengan realitas umatnya. Tak hanya itu, Islam juga sering didikotomisasi antara dimensi sakral dengan dimensi profan ajarannya; antara teosentris dengan antoposentris kandungannya; bahkan antara aspek religiositasnya yang paling asasi dengan perkembangan peradaban bangsa yang paling terkini.

Buku ini mencoba merekonstruksi pemaknaan Islam sebagai agama samawi terakhir yang sempat terlahir di muka bumi ini. Kita menyadari, di tengah derasnya arus globalisasi dan pesatnya teknologi informasi dan komunikasi seperti saat ini posisi Islam sering diperdebatkan. Apakah Islam harus takluk mengikuti irama perubahan yang niscaya atau sebaliknya, setiap perubahan mesti memiliki acuan formal berupa nilai-nilai mashlahah dalam ajaran suci?

Kemunculan wahyu sebagai sumber inspirasi ajaran mempunyai nilai kebenaran mutlak dan absolut. Tetapi pemahaman terhadap teks wahyu itu sendiri bersifat nisbi dan relatif. Melalui kerangka pemahaman wahyu yang kreatif dan dinamis (istinbath) diharapkan Islam dapat memantulkan nilai-nilai eternal dan universal. Dalam tataran praksisnya, Islam sering memadukan dua titik ekstrimitas yang saling berlawanan: antara esoteris dan eksoteris; antara konstan dan elastis; antara pokok dan cabang; antara otoritas wahyu dan kapasitas akal-budi; dan seterusnya. Dengan pemaknaan seperti ini Islam diharapkan tampil dengan performanya yang inklusif, moderat dan kosmopolit menghadapi tuntutan perubahan tanpa harus bergeser dari titik orbitnya.

23 Apr 2014

Plankton Sastra

Tidak ada komentar:
Awalnya saya mendengar semua ini begitu menggaung di dunia maya, tapi akhir-akhir ini sedikit meredup.

***

Bung, kehadiran Bung di istana sastra Indonesia lewat buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh memang sangat menggemparkan. Paling tidak terdapat dua reaksi dari peristiwa yang Bung ciptakan ini. Reaksi pertama adalah penolakan terhadap Bung, dan yang kedua adalah perlawanan atas penolakan terhadap Bung. Reaksi pertama diteriakkan oleh jiwa-jiwa yang geram karena tidak sudi Bung masuk ke dalam jajaran sastrawan paling berpengaruh di Indonesia. Mereka ini Bung, hanya sekelompok buruh, mahasiswa, pekerja seni, pelajar, pedagang, tak berlabel sastrawan, tak terlalu piawai bersastra, apalagi berpengaruh dalam dunia sastra Indonesia seperti yang Bung idam-idamkan itu, tidak sama sekali, Bung. Sedangkan reaksi kedua diteriakkan oleh jiwa-jiwa yang justru mendukung keabsahan kehadiran Bung sebagai sastrawan. Tentu Bung tahu dan kenal betul siapa mereka. Mereka ini bagi sebagian orang mungkin adalah sastrawan-sastrawan kelas wahid yang menjadi corong sastra Indonesia. Tapi bagi Bung mungkin tidak demikian. Mungkin bagi Bung mereka hanyalah manusia-manusia yang dengan sedikit pelicin maka kata-kata mereka dapat Bung pesan sesuka hati Bung.

Bung. Sebegitu geram kah Bung terhadap kami yang menolak Bung sehingga kata-kata ekstremis, fasis, fundamentalis, terlontar dari Bung? Bung, mungkin dalam pandangan, Bung tak habis pikir kenapa kami sangat membenci apa yang Bung lakukan. Mungkin Bung ingin berkata-kata kepada kami, bukankah setiap orang boleh bahkan sangat boleh untuk mencipta karya? Mengapa kalian terlalu sombong dan tamak sehingga harus menapik apa pun itu yang tidak satu haluan dengan kalian? Tidak bisakah kalian menghormati apa yang sudah saya ciptakan adalah sebuah proses juga?

9 Jan 2014

gus,-

Tidak ada komentar:

www.nu.or.id
Tulisan ini juga dimuat di www.nu.or.id

Gus, seumur hidup, saya pernah melihat tampang dan tubuhmu secara langsung hanya di dua kali kesempatan. Yang pertama saat dirimu datang di acara Haul Sesepuh Almarhumin di Buntet Pesantren Cirebon, kedua, saat dirimu menghadiri acara pentas musik Cak Nun dan Kyai Kanjeng di UIN Jakarta.
***


Gus, selamat, kelahiran PKB yang kau bidani, yang resmi menjadi peserta pemilu tahun 1999 itu sudah menjadi juru damai buat dua kubu kyai-kyai (dalam soal politik) di Buntet Pesantren Cirebon, tempat saya nyantri dulu. Sebelum PKB-mu itu ada, dua kubu ini (Kyai Golkar dan Kyai PPP) sering gontok-gontokan cocot dan pemikiran. Sebenarnya waktu itu kami tidak peduli soal itu, kami tidak mengerti, Gus. Tapi kami jadi jengkel juga, sebab yang menjadinya peluru buat perang mereka, ya kami, para santri. Jadi, Gus, Kalau kyai A kesal sama kyai B, maka biasanya santri kyai A yang dicecar sama Kyai B, kena omel, dan lain sebagainya. 

Tapi Gus, setelah PKB-mu itu terbentuk, dua kubu itu runtuh, para kyai menjadi tersatukan dalam satu rumah. Kami tentu senang, terlebih kami tak lagi jadi bulan-bulanan. Terima kasih Gus. Oh iya, Gus, namamu saat itu menjadi sangat terkenal. Saya juga menjadi merasa kenal dengan dirimu.
Gus, mungkin kau tak pernah tahu jika PKB-mu datang seperti membawa ‘ajaran’ baru untuk saya. Mohon maaf, waktu itu dirimu pun saya anggap seperti ‘nabi’ baru. Tidak mungkir, dirimu sangat saya idolakan.