30 Mei 2022

cinta,-

Tidak ada komentar:
gambar:brilio.net/

“Religious man deeply desires to be, to participate in reality, to be saturated with power.” –Mircea Eliade

Mari bicara cinta. Apa Anda percaya, bahwa karena cinta, Tuhan memercikkan ‘hasrat’-Nya untuk mencipta kreasi sempurna bernama Manusia? Atau, apa Anda lebih percaya, bahwa karena manusia, Tuhan mencipratkan ‘kuasa’-Nya untuk mencipta kreasi terbaik bernama cinta?

Betapa pun kita membolak-balik kemungkinan itu, saya kira hasilnya sama saja. Karena cinta atau karena manusia, cinta tidak mungkin kita pisahkan dari Tuhan. Ketiganya menjadi rangkaian sebab-akibat dan jalan logika, bagi siapa pun itu. 

Tuhan adalah ide tertua yang pernah ada dan dikembangkan manusia, begitu menurut Karen Amstrong. Bagi saya, ide itu berjalan penuh bersama pencarian manusia akan cinta. Karena sejatinya, cinta yang membawa manusia mencari Tuhannya. Cinta adalah sumber hidup dan kehidupan manusia.

Cinta hadir sejak zaman azali dan tetap ada sampai setua apa pun dunia ini. Bukankah umat Muhammad selalu mencita-citakan itu? Cinta yang terbungkus energi dinamis dan aroma yang terus bergolak dan menggelora dalam lamat-lamat selawat.

Tak peduli mata yang buta, kaki yang lumpuh, cinta membuncah Busyiri dalam Syair Burdah, melipat Bediuzzaman Said Nursi dalam metafor zaman yang tercium seperti baru kemarin sore.