11 Des 2010

Tiga Konsep Besar

“Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa.” (2: 183)
Dalam paradigma kekinian, seringkali orang ketika berhadapan dengan persoalan ibadah, menafsirkan sebuah perintah Tuhan—yang kemudian menjelma menjadi amalan ibadah—dengan penafsiran yang praktis, tunggal, dan cenderung mengabaikan sisi esensi dari persoalan tersebut. Awalnya memang pola seperti ini tidak begitu banyak dilakukan oleh orang-orang, namun, seiring dengan zaman, akhirnya pola seperti ini telah menjadi lumrah, menjadi kebiasaan, bahkan telah mengakar di tubuh dinding ideologi kita.


Tentunya hal seperti ini menjadi momok yang menakutkan, mengingat bisa saja terjadi kelak di kemudian hari, pola yang “salah” ini berkembang menjadi pembenaran sehingga akan banyak pula persoalan lainnya, yang ditafsirkan secara serupa (naudzu bi Allah (i) min dzalik) .

Islam sebenarnya dalam hal penerapan ajaran tidaklah rumit atau berbelit-belit. Islam selalu memberikan paradigma (risalah) yang sederhana, simpel, dan sangat mudah dipahami, baik itu secara teoritis maupun secara pelaksanaannya. Namun, kesederhanaan ini tidak lantas diejawantahkan dalam konsepsi sederhana yang umum. Alih-alih sederhana, kemudian Islam—dalam hal ajaranny—dianggap sesuatu yang gampil dan sepele.

Islam justru mengajarkan kepada manusia, tentang bagaimana memaknai arti ajaran “sederhana” tersebut dengan konsepsi takwa, yakni keseriusan, pendalaman (spiritualitas) dan keyakinan (keimanan) yang kuat. Sehingga apa yang menjadi hal yang sederhana apabila dimaknai dengan konsepsi taqwa, maka akan menjadi sempurna apa yang sesungguhnya diharapkan oleh ajaran tersebut. Itulah tujuan sebenarnya.

Salah satu elemen penting dalam amalan-amalan ibadah (ubudiyah) dalam Islam yaitu adanya orientasi yang tidak tunggal dari apa yang dimaksudkan oleh sebuah ibadah. Yang dimaksud dengan orientasi yang tidak tunggal di atas adalah ibadah selain menjadi ruang komunikasi dan kontemplasi antara manusia dengan Tuhannya secara individualis (hablu min Allah), ibadah juga diharapkan menjadi ruang komunikasi antara manusia dengan manusia yang lain secara sosial motorik (hablum min al-Nas).
***
(1) Puasa sebagai media pembelajaran (tarbiyah)
Puasa selain memiliki tujuan ibadah, juga memiliki subtansi pendidikan. Pendidikan yang dimaksud di sini adalah, secara global manusia yang melakukan puasa diharapkan mampu menggali potensi dirinya dalam memaknai hal-hal yang berkaitan dengan pengayaan diri pribadi. Puasa diharapkan mampu membawa seseorang untuk berpikir bagaimana menjalani hidup, bagaimana mencari rezeki yang halal dan baik, serta berpikir bagaimana menjadikan diri menjadi lebih baik dalam hal pemikiran dan spiritual. Sehingga setelah melewati ibadah ini seseorang diharapkan mampu menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya.

(2) Puasa sebagai media sosial kemasyarakatan
Di atas telah dijelaskan bahwa puasa memiliki tujuan-tujuan penting, antara lain pendidikan, selain itu juga puasa memiliki tujuan dalam menata hubungan sosial kemasyarakatan agar lebih baik. Adanya kontak sosial yang rutin terjadi misalnya ketika shalat Tarawih berjamaah—yang dalam selain bulan puasa tidak dilaksanakan—menjadikan puasa memiliki peran dalam membina hubungan ini. Selain itu, ketika puasa kita dianjurkan untuk berbuat amal shaleh, sehingga banyak dari kita berlomba-lomba dalam bersedekah dan sebagainya. Sehingga hubungan sosial pada bulan ini lebih kontras dana dominan.

(3) Puasa sebagai media kontemplasi
Bagi mereka yang memaknai bulan ramadan sebagai peleburan dosa-dosa, maka puasa ialah jalannya. Puasa melatih seseorang untuk selalu waspada dalam melakukan setiap hal, baik itu keseharian atau ibadah. Puasa pada hakikatnya adalah ruang di mana seseorang dapat merenungi secara mendalam tentang arti kehidupan, arti berbagi, dan arti memiliki Tuhan. Puasa memiliki tujuan yang sakral, di mana diharapkan manusia dapat berdialog secara spiritual agar mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Pada bulan ramadan seseorang dianjurkan untuk banyak mendirikan shalat pada malam hari, dan iktikaf di masjid, menyerahkan seluruh jiwa dan raga dalam kepasrahan kepada Allah SWT.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar