Tampilkan postingan dengan label mati. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label mati. Tampilkan semua postingan

11 Apr 2013

Islam dan Pembebasan Menurut Asghar Ali Engineer

Tidak ada komentar:
Oleh: Iqra Anugrah: Mahasiswa Doktoral Ilmu Politik di Northern Illinois University, AS
INDOPROGRESS, 24 Juli 2013

Pada 14 Mei, 2013, dunia Islam kehilangan salah satu putra terbaiknya, Asghar Ali Engineer, penulis dan aktivis Islam progresif asal India,  yang menghembuskan napas terakhirnya. Sebagaimana kata pepatah, manusia mati meninggalkan nama, begitupun juga Engineer. Pemikir yang terkenal dengan kontribusinya pada studi Islam dan gerakan progresif ini, meninggalkan begitu banyak buah pemikiran yang membahas berbagai topik: dari sejarah Islam, teologi pembebasan, studi konflik etnis dan komunal, analisa gender, studi pembangunan dan masih banyak lagi. Sebagai bagian dari apresiasi atas kontribusi Asghar Ali Engineer yang begitu besar bagi dunia Islam, negara-negara dunia ketiga, dan gerakan progresif pada umumnya, tulisan ini didedikasikan untuk mengulas pemikiran-pemikiran Engineer dan relevansinya di masa kini.
Dikarenakan banyaknya jumlah dan luasnya cakupan karya-karya Engineer, adalah mustahil untuk membahasnya secara mendetail. Oleh karena itu, saya akan fokus kepada beberapa tema utama dalam pemikiran Engineer, yaitu sejarah Islam, teologi pembebasan, negara dan masyarakat dan studi konflik komunal.

Sekilas tentang Asghar Ali Engineer
Asghar Ali Engineer lahir di Salumbar, Rajasthan, pada 10 Maret 1939. Ayahnya, Shaikh Qurban Hussain, adalah seorang ulama di komunitas Muslim Dawoodi Bohra, sebuah cabang dari tradisi Isma’ili dalam Islam Syi’ah. Komunitas Dawoodi Bohra pada masa awal perkembangannya sempat mengalami persekusi baik dari komunitas Sunni maupun Syiah arus utama, sebelum kemudian mereka bermigrasi ke India dan aktif dalam dunia perdagangan dan proyek-proyek komunitas dan filantropis, seperti pembangunan sekolah, rumah sakit, perumahan dan fasilitas umum lainnya, seminar dan berbagai program pendidikan komunitas, serta promosi kesenian dan arsitektur Islam. Dalam konteks inilah Engineer tumbuh. Sedari kecil, Engineer juga menekuni studi Islam dari berbagai aspeknya.

22 Jan 2013

Kyai Wasid Menggugat!

Tidak ada komentar:
http://gugahjanari.blogspot.com
Cerpen ini dimuat juga di www.nuonline.or.id

Cerita ini hanyalah dramatisasi Peristiwa Geger Cilegon 1888

Matanya nanar, seakan ada rembulan menggantung di sana. Usianya sudah lengkap dengan asam garam kehidupan. Warna rambutnya hanya ada dua, hitam dan putih, berpadu seperti Yin dan Yang, terbungkus serban putih kesayangannya. Usianya memang senja, tapi jika ia berjalan langkahnya masih gagah tegap meskipun ia tak pernah mengenyam pendidikan militer. Lelaki tua itu duduk bersila sambil menatap sekeliling ruang kosong. Sebuah bangunan gelap yang mungkin usianya jauh lebih renta dari usianya. Secercah cahaya lurus menerobos ruangan itu, tampak asap putih mengepul dari corong mulutnya, sesekali ia hisap kepenatan dalam batinnya. Tampak ada rasa kekhawatiran di matanya, kekhawatiran tentang sebuah musim di mana hanya sedikit orang-orang yang mau mengerti tentang arti kehidupan, tentang Tuhan, tentang keyakinan, perjuangan, hak kemanusiaan di ruang-ruang saksi sejarah yang bisu yang semakin tersudut di pinggir desa-desa yang dijajah lahir dan batinnya.
Sudah satu minggu lamanya Kyai Wasid mendekam dalam jeruji besi sejak ia ditangkap oleh pemerintah Belanda. Kyai Wasid dianggap bersalah karena telah berbuat onar menebang pohon Kepuh besar yang akhir-akhir ini disembah oleh warga penduduk desa Lebak Kepala Banten.

Kabar Kematian

Tidak ada komentar:


firmanweh.blogspot.com
Teruntuk Para Orang Tua Kami

“Bang, Bapak jatuh, Bapak masuk Rumah Sakit, cepetan pulang!” Masih terngiang jelas di telinga saat adik perempuanku—Hafidzah—menyampaikan kabar itu sembari menangis terisak-isak. Suaranya terbata-bata. Parau. Napasnya memburu. Aku hanya menjawab seadanya. Jujur saja, hanya ada sedikit rasa khawatir saat aku mendengar kabar itu, bagiku persoalan di kantor jauh lebih mengkhawatirkan, jadi, kuputuskan besok saja menjenguk Bapak. Ya Allah. Betapa angkuhnya aku.
***
Aku dapati tubuh Bapak terbaring lemas, wajahnya seperti dilipat ribuan rasa sakit, tubuhnya tipis, urat tangan dan kakinya menyembul bak sulur. Ada Mama di sampingnya, matanya lebam, tampak kesedihan telah lama membanjiri wajahnya yang kuyu. Aku seperti makhluk bodoh yang tak tahu harus berbuat apa-apa. Mama tak henti-hentinya meratap, kantung matanya memerah, seakan bulan sabit mengantung di sana.
Aku sungguh tak tahu mesti berkata apa kepada Mama, terlebih kepada Bapak. Aku membisu. Kuhampiri keduanya, kucium tangan dan pipi Mama, lalu duduk dan memandangi tubuh Bapak yang kurus kering, warna kulitnya kusam, matanya lebam, kedua bibirnya terkatup, dahinya membentuk parit-parit kecil, guratan tebal penanda jejak hidup dan ribuan peristiwa tampak jelas di sana. Bapak benar-benar terlihat tak berdaya. Aku bertanya perihal mengapa Bapak bisa sampai terbaring di sini, satu per satu dari adik dan kakakku mulai bercerita, sesekali Mama juga menambahkan. Bapak terserang stroke. Di sela perbincangan tiba-tiba Bapak siuman, buru-buru kutopang bahunya, Bapak kini duduk bersandar pada bantal. Matanya menatap mataku, ada rasa rindu menggenang di matanya, aku pun merasakan hal yang sama. Ya Allah, betapa rindunya aku pada Bapak.