Tampilkan postingan dengan label korupsi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label korupsi. Tampilkan semua postingan

22 Jan 2013

Kemiskinan dalam Kekayaan

Tidak ada komentar:
”Keinginan Adalah Sumber Penderitaan.” – Seperti Matahari, Iwan Fals.

Mungkin sudah lumrah sebagian kita memandang bahwa harta benda merupakan alat untuk mengukuhkan identitas sosial yang sangat penting dalam kehidupan. Kekayaan harta bendawi telah menjadi tolok ukur kebahagiaan, kepuasan, dan kenikmatan hidup.

Secara kasat mata, harta benda memang telah mencukupi hidup dan kepuasan kita, namun apakah semua harta benda itu “benar-benar” mencukupi hidup kita? Atau jangan-jangan semua itu hanya kepuasan semu? Masihkah ada yang ingin kita capai? Karena terkadang kita tidak pernah merasa cukup dengan semua itu, kita terus saja menumpuk harta kekayaan, mengejar ambisi jabatan, status sosial, dan lain sebagainya. Sebenarnya apa yang kita cari?

Ambisi dan keinginan benar-benar telah membutakan kita. Tidak sedikit dari kita yang ketika kesulitan dan kesengsaraan melanda hidup, kita berusaha memohon mati-matian kepada Allah untuk keluar dari kesulitan tersebut, namun ketika Tuhan melimpahkan rezekinya, kita kemudian berpaling dari-Nya, kita seakan menjadi orang yang tidak sadar karena dimabuk harta yang berlimpah. Bukankah itu berarti kita telah berlaku curang? Sungguh kerdil dan tamaknya manusia.

8 Okt 2012

Fatwa Haram MUI atas Praktik Korupsi

Tidak ada komentar:


Bukan rahasia umum, budaya korupsi yang melanda bangsa ini semakin tidak jelas ujungnya. Kita tahu, momentum akbar tumbuh suburnya korupsi bermula sejak zaman Orde Baru. Pada saat itu akses kekuasaan yang luas dan ketergantungan kepada pihak asing membuat Indonesia terus berutang. Surga uang terus mengucur dari pihak asing dan sebagai imbalannya konsesi-konsesi pertambangan secara khusus kemudian diberikan pemerintah Indonesia. Ironisnya, kucuran dana tersebut tidak semua dikelola untuk pembangunan negara akan tetapi sebagian menjadi bancakan di lingkungan pemerintah maupun komlorasi. Walhasil, budaya Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) tumbuh subur dan berlangsung bertahun-tahun bahkan diwariskan sampai sekarang.

Tumbangnya rezim Orde Baru tahun 1998 dan lahirnya cita-cita reformasi untuk meruntuhkan segala praktik KKN dan kesemuan pertumbuhan ekonomi Orde Baru bak pasir dideru ombak. Semangat pemberantasan korupsi yang dikobar-kobarkan kini seakan redup oleh kenyataan masih banyaknya praktik suap dan KKN yang ironisnya kini malah merambah ke setiap lini pemerintahan, mulai dari DPR, lembaga kepolisian, sampai ke kejaksaan.

Solusi untuk memberantas penyakit sosial yang sejak lama diperangi ini semakin sulit didapatkan karena nyatanya korupsi kini masih tetap ada dan semakin terorganisasi. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mencabut akar budaya korupsi, mulai dari upaya hukum seperti pembuatan Undang-undang Anti Korupsi, pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan pengadilan Tipikor, sampai upaya sosial seperti pendidikan dan penyuluhan kepada masyarakat juga gencar dilaksanakan.

Tidak ketinggalan, di bidang agama, Majelis Ulama Indonesia juga turut andil dalam upaya pemberantasan korupsi. Salah satu upaya tersebut adalah dengan menelurkan fatwa haram tentang korupsi pada tahun 2000 silam. Pembuatan fatwa ini diharapkan mampu meredam praktik KKN secara psikologis dan spiritual. Di dalam fatwanya MUI kemudian mengkategorikan praktik tersebut ke dalam tiga kriteria yaitu: Praktik Suap (Risywah), Korupsi (Ghulul), dan Hadiah kepada Pejabat yang kesemuanya dianggap perbuatan yang tidak benar (batil).