![]() |
firmanweh.blogspot.com
|
Teruntuk Para Orang Tua Kami
“Bang, Bapak jatuh, Bapak masuk Rumah Sakit, cepetan pulang!” Masih terngiang jelas di telinga saat adik perempuanku—Hafidzah—menyampaikan kabar itu sembari menangis terisak-isak. Suaranya terbata-bata. Parau. Napasnya memburu. Aku hanya menjawab seadanya. Jujur saja, hanya ada sedikit rasa khawatir saat aku mendengar kabar itu, bagiku persoalan di kantor jauh lebih mengkhawatirkan, jadi, kuputuskan besok saja menjenguk Bapak. Ya Allah. Betapa angkuhnya aku.
Aku dapati tubuh Bapak terbaring lemas,
wajahnya seperti dilipat ribuan rasa sakit, tubuhnya tipis, urat tangan dan
kakinya menyembul bak sulur. Ada Mama di sampingnya, matanya lebam, tampak
kesedihan telah lama membanjiri wajahnya yang kuyu. Aku seperti makhluk bodoh
yang tak tahu harus berbuat apa-apa. Mama tak henti-hentinya meratap, kantung
matanya memerah, seakan bulan sabit mengantung di sana.
Aku sungguh tak tahu mesti berkata
apa kepada Mama, terlebih kepada Bapak. Aku membisu. Kuhampiri keduanya, kucium
tangan dan pipi Mama, lalu duduk dan memandangi tubuh Bapak yang kurus kering,
warna kulitnya kusam, matanya lebam, kedua bibirnya terkatup, dahinya membentuk
parit-parit kecil, guratan tebal penanda jejak hidup dan ribuan peristiwa
tampak jelas di sana. Bapak benar-benar terlihat tak berdaya. Aku bertanya
perihal mengapa Bapak bisa sampai terbaring di sini, satu per satu dari adik
dan kakakku mulai bercerita, sesekali Mama juga menambahkan. Bapak terserang
stroke. Di sela perbincangan tiba-tiba Bapak siuman, buru-buru kutopang
bahunya, Bapak kini duduk bersandar pada bantal. Matanya menatap mataku, ada
rasa rindu menggenang di matanya, aku pun merasakan hal yang sama. Ya Allah, betapa
rindunya aku pada Bapak.