Awalnya
saya mendengar semua ini begitu menggaung di dunia maya, tapi akhir-akhir ini
sedikit meredup.
***
Bung,
kehadiran Bung di istana sastra Indonesia lewat buku 33 Tokoh Sastra Indonesia
Paling Berpengaruh memang sangat menggemparkan. Paling tidak terdapat dua reaksi
dari peristiwa yang Bung ciptakan ini. Reaksi pertama adalah penolakan terhadap
Bung, dan yang kedua adalah perlawanan atas penolakan terhadap Bung. Reaksi
pertama diteriakkan oleh jiwa-jiwa yang geram karena tidak sudi Bung masuk ke
dalam jajaran sastrawan paling berpengaruh di Indonesia. Mereka ini Bung, hanya
sekelompok buruh, mahasiswa, pekerja seni, pelajar, pedagang, tak berlabel
sastrawan, tak terlalu piawai bersastra, apalagi berpengaruh dalam dunia sastra
Indonesia seperti yang Bung idam-idamkan itu, tidak sama sekali, Bung. Sedangkan
reaksi kedua diteriakkan oleh jiwa-jiwa yang justru mendukung keabsahan
kehadiran Bung sebagai sastrawan. Tentu Bung tahu dan kenal betul siapa mereka.
Mereka ini bagi sebagian orang mungkin adalah sastrawan-sastrawan kelas wahid
yang menjadi corong sastra Indonesia. Tapi bagi Bung mungkin tidak demikian.
Mungkin bagi Bung mereka hanyalah manusia-manusia yang dengan sedikit pelicin maka
kata-kata mereka dapat Bung pesan sesuka hati Bung.
Bung.
Sebegitu geram kah Bung terhadap kami yang menolak Bung sehingga kata-kata
ekstremis, fasis, fundamentalis, terlontar dari Bung? Bung, mungkin dalam
pandangan, Bung tak habis pikir kenapa kami sangat membenci apa yang Bung
lakukan. Mungkin Bung ingin berkata-kata kepada kami, bukankah setiap orang
boleh bahkan sangat boleh untuk mencipta karya? Mengapa kalian terlalu sombong
dan tamak sehingga harus menapik apa pun itu yang tidak satu haluan dengan kalian?
Tidak bisakah kalian menghormati apa yang sudah saya ciptakan adalah sebuah
proses juga?