http://gugahjanari.blogspot.com |
Cerpen ini dimuat juga di www.nuonline.or.id
Cerita ini hanyalah dramatisasi Peristiwa Geger Cilegon 1888
Cerita ini hanyalah dramatisasi Peristiwa Geger Cilegon 1888
Matanya nanar, seakan ada rembulan menggantung
di sana. Usianya sudah lengkap dengan asam garam kehidupan. Warna rambutnya hanya
ada dua, hitam dan putih, berpadu seperti Yin dan Yang, terbungkus serban putih
kesayangannya. Usianya memang senja, tapi jika ia berjalan langkahnya masih gagah
tegap meskipun ia tak pernah mengenyam pendidikan militer. Lelaki tua itu duduk
bersila sambil menatap sekeliling ruang kosong. Sebuah bangunan gelap yang
mungkin usianya jauh lebih renta dari usianya. Secercah cahaya lurus menerobos
ruangan itu, tampak asap putih mengepul dari corong mulutnya, sesekali ia hisap
kepenatan dalam batinnya. Tampak ada rasa kekhawatiran di matanya, kekhawatiran
tentang sebuah musim di mana hanya sedikit orang-orang yang mau mengerti
tentang arti kehidupan, tentang Tuhan, tentang keyakinan, perjuangan, hak
kemanusiaan di ruang-ruang saksi sejarah yang bisu yang semakin tersudut di
pinggir desa-desa yang dijajah lahir dan batinnya.
Sudah satu minggu lamanya Kyai
Wasid mendekam dalam jeruji besi sejak ia ditangkap oleh pemerintah Belanda. Kyai
Wasid dianggap bersalah karena telah berbuat onar menebang pohon Kepuh besar yang akhir-akhir ini
disembah oleh warga penduduk desa Lebak Kepala Banten.