|
gambar: http://pneumoncy.com |
Rabu malam (3 agustus) Saya divonis dokter mengidap Bronkitis. nyesek sih, tapi lega, saya jadi tau penyakit yang selama ini setia menemani hari-hari saya. Memang sudah sejak lama saya ingin memeriksakan kondisi napas yang sesak dan dada yang sakit ini, tapi males ditambah lagi waktu yang susah nyarinya. Penyakit ini memang sangat akrab dengan perokok dan pengendara motor seperti saya. Bahkan kata teman-teman saya waktu mereka mengomentari status saya di facebook, penyakit ini adalah penyakit langganan para aktivis (selain tipes dan penyakit kulit) biasanya baru akan terasa setelah resign dari segala pekerjaan aktivisnya, (jiyaaa luh kira itu pekerjaan ada perusahaannya hahahahaa), akan terasa ketika mulai berkeluarga dan tentu saja akan terasa ketika mulai berumur. Bronkitis, begitulah kata pertama yang saya dengar usai sang dokter meraba-raba dada saya (upss jangan ngeres yah... saya kan cowo dan dokternya juga cowok, udah tua lagi, ubanan, namanya dokter Sim, ada kok no. Hp nya, mau? facebook, twitternya juga ada). Awalnya saya mencoba santai mendengar kabar itu, "oh.." begitu ucap saya sambil mengerenyitkan dahi. Tapi kok lama-lama pas dokter menjabarkan apa itu Bronkitis dari a sampai z pulang-pergi, saya mulai ketar-ketir.. serem juga nih... wah... waktu itu jujur saya cuma bisa bengong sambil gigit 4 jari sambil menatap jendela berembun seraya membayangkan peluk-pelukan, foto-foto bareng saat perpisahan nanti dengan nikmatnya rasa rokok Dji Sam soe, entengnya Sampoerna Mild, dan mantapnya Marlboro. Aduh sedih jadinya (minta tisu dong, sekalian es teh manis uah segelas) Baiklah, saya teruskan, malam itu saya rasa cukup sudah ceramah agama pak dokter nyemplung di tempurung otak saya. Saya mau pulang, buru-buru minum obat, mau tidur dan berharap besok masih ada harapan untuk memugar tulang rusuk saya yang amburadul dan hampir hancur karena kenikmatan semata (menatap sinis pada batang-batang rokok). Mudah-mudahan saya bisa melewati segala cobaan ini (maksudnya cobaan untuk tidak merokok) hik hik hik itu sungguh berat buat saya (bukan kah begitu?? *para perokok menyambut riuh sambil mengangkat botol bir "betuuuuuullll"). Terakhir saya ingin mengutip kalimat teman saya (Abah Tata Masta) yang saya rasa ada benarnya juga: "Berhenti merokok, atau berhenti bernapas!" (Oh tentu saja say milih berhenti bernapas supaya bisa ngeroko sepuasnya di surga hahaha begitulah kira2 jawaban nakalnya). Piss Ah...
Oh iya di bawah ini ada info tentang penyakit Bronkitis, kali aja bermanfaat untuk dibaca. Ciauuuu